Judul : Katak Hendak Jadi Lembu
Pengarang : Nur St. Iskandar
Penerbit : PT Balai Pustaka (Persero)
Tahun Terbit : 1992 (cetakan kesembilan)
ISBN : 978-929-407-158-8
Pagi
menyingsing, si juragan Suria dan seorang amtenar enggan bangun pagi. Bermalas-malasan bekerja,
mengabaikan Zubaidah istrinya dan Enah serta Aleh anaknya. Yang difikirkannya
hanya burung peliharaannya dan juga kesenangannya. Sikap itu yang menyebabkanSuria
kurang dekat dengan kedua anaknya.
Sifat
Suria yang semacam itu membuat Zubaidah merasa sedih, mengingat masalalunya
ketika dia dijodohkan oleh Suria. Sifat buruk Suria semakin menjadi-jadi dan
akhirnya ketika kelahiran anak pertama, Abdulhalim, Suria meninggalkan
Zubaidah. Karena hartanya habis, 3 tahun kemudian Suria kembali ke Zubaidah.
Selama itu dia tidak pernah sekalipun membiayai sekolah Abdulhalim.
Di
kantor, Suria merasa sangat berkuasa. Dia melakukan tindakan semena-mena
termasuk menyindir Kosim, pegawai baru yang magang di kantor Suria. Dan ketika
sang haji Junaedi datang mengurus jual beli tanah, sikapnyapun seolah-olah dia
yang paling berkuasa.
Suria
dan Haji Junaedi pergi ke desa untuk melihat tanah yang akan dibeli oleh Haji
Junaedi. Lalu mereka singgah sebentar di rumah Haji Junaedi. Menikmati udara
pedesaan seraya berbincang-bincang kecil mengenai anak haji Junaedi yang
rupanya mengundang kesalahpahaman Suria. Suria mengira Haji Junaedi
menginginkan anak Suria menjadi menantunya yang
dibalas dengan tingkah congkak Suria. Hal itu membuat sang haji naik
darah namun ditahannya. Perakapan berakhir ketika Suria menginginkan burung
yang sudah dipersiapkan Haji Junaedi untuknya.
Suatu
ketika, mereka berdua sedang duduk memperhatikan anak-anaknya yang sedang
bermain. Perdebatan dimulai ketika Suria membicarakan hendak menjodohkan
Abdulhalim anaknya dengan Fatimah, anak Haji Junaedi. Edah merasa Suria tidak
pantas menentukan jalan hidup anaknya karena selama ini, dia dan bapaknya yang
mengurus Abdulhalim. Sedangkan Suria baru mengakui Abdulhalim karena ia hendak
lulus sekolah. Perdebatan berlanjut ke masalah uang tagihan-tagihan Suria
selama ini yang selalu ditanggung oleh Edah dan juga bantuan bapaknya. Ternyata
selama ini Suria selalu menggunakan uang ntuk kepentingan yang tidak penting,
bergaul dengan para pejabat-pejabat tanpa melihat kondisi keuangannya yang
kurang. Ibarat katak hendak jadi lembu.
Kemudian membicarakan perjodohan masa mudanya dulu. Mereka tidak ada
yang mengalah, dan berakhir ketika Suria pamit bekerja.
Suatu
pagi di kantor terjadi perselisihan antara Suria dan Kosim ketika Kosim hendak
pergi mengirim surat tiba-tiba Suria memerintah dengan kasar kepada Kosim untuk
mencucikan gelas kotornya. Kosim menolak karena itu bukan pekerjaannya. Tetap
saja Suria memaksa hingga terjadi pertarungan sengit, akhirnya dipisahkan oleh
Hamzah. Beliau menasehati Kosim agar sabar. Namun Kosim ingin Suria meminta
maaf padanya didepan orang-orang kantor, jika tidak ia ingin mengajak Suria
berkelahi. Hamzah sangat terkejut dengan ancaman lelaki keras hati itu. Atas
beberapa rundingan, akhirnya Kosim mau melupakan kejadian itu.
Ingin
jadi Klerk. Suria mengirim surat permohonan itu. Sebagai wujud doanya ia
mengadakan semacam pengiriman kepada arwah kedua orang tuanya dengan mengundang
kyai-kyai ke rumahnya. Dengan jamuan yang tidak sedikit ia menggunakan gelang
Edah untuk digadaikan. Edah pusing bukan main memikirkn tanggungan utang acara
itu. Tidak sampai itu, suatu ketika diadakan pelelangan barang-barang antik,
Suria menghambur2kan uang untuk membeli sesuatu yang tidak berguna. Tujuannya
satu, agar disanjung oleh orang-orang, memang sifatnya yang gila pukjian. Dia
membawa dua grobak barang hasil lelangan yang tiada guna. Edah dibuat tambah
pusing, menurut Suria sebantar lagi ia akan diangkat menjadi klerk yang gajinya
begitu besar, namun surat jawabannya pun sampai saat ini belum ia dapat.
Bulan
muda selalu menjadi kewaspadaan Edah. Setiap bulan datang penagih utang di
rumah mereka. Namun yang menemui selalu kedua anaknya untuk memberikan
alasan-alasan yang dibuat-buat. Kerap sekali penagih hutang jengkel sampai
memaki-maki. Edah sudah bosan dengan itu, apalagi sekolah anknya belum dibayar
2 bulan. Suatu hari datang wesel dari neneknya untuk membayar uang sekolah
kedua anaknya. Senang bukan main, sekarang bapaknya sudah tidak mampu membantu
karena kondisi bapaknya juga sedang susah. Wesel itu sampai ke tangan Suria dan
digunakan untuk membayar utang tukang jahid. Kesedihan benar-benar melanda
batin Edah.
Di
rumah bola, ketiga saudara itu berjalan-jalan. Ya, Enah, kakaknya dan juga
Abdulhalin yang sedang libur sekolah pulang ke rumah. Tingkah santun mereka
mengundang kekaguman orang. Hingga orang-orang tahu ternyata mereka anak Suria.
Tiada henti-hentinya orang-orang memuji Suria yang mampu menyekolahkan anaknya
di sekolah yang berarti. Hati Suria bersorak gembira.
Kabar
bahagia datang dari Abdulhalim yang sudah kembali. Ia mengabarkan bahwa ia
menjadi kandidat alon amtenar. Bahagia sekali Edah dan Suria. Seperti biasa
Suria bergembar-gembor kepada orang-orang. Setelah kabar itu, datang kabar yang
sangat buruk. Suria tidak diangkat menjadi klerk, justru yang diangkat adalah Kosim,
karyawan magang yang dahulu dihina-hinakannya.
Malu
bukan kepalang si Suria, merasa kalah dengan pegawai magang bernama Kosim. Malu
kepada siapapun bahkan istri dan juga dirinya sendiri. Edah sudah tidak sanggup
lagi mengurusi hutang-hutangnya, lalu ia menyerahkan kepada Suria. Terkejut
pula ketika Suria menghitung jumlah hutangnya. Lalu ia mencoba mencari pinjaman
dari sahabatnya. Namun tidak ia dapatkan, malah sahabatnya menyarankan untuk
meminjam kepada Haji Junaedi. Suria berpikir bahwa perbincangan tempo hari
dengan Haji Junaedi merupakan suatu sinyal kebaikan dengan menampakkan anaknya
dihadapan Suria. Kemudian ia berpikir
untuk mengawini Fatimah, maka hutangnya akan terlunasi.
Benar
juga, beberapa hari kemudian Suria mengirim surat kepada Haji Junaedi dengan
maksud melamar anaknya Fatimah. Surat itu ditanggapnya dengan tertawa dan
memburukan pernikahan putrinya dengan Kosim. mereka menikah Ahad ini, namun
Suria dan istrinya belum nampak kehadirannya di pesta pernikahan itu.
Akhirnya
Suria tidak berangkat memenuhi undangan Haji Junaedi. Semenjak Kosim jadi
klerk, Suria masih menjadi mantri di kantornya. Dalam bekerja ia selalu tidak
benar, menyuruh bawahannya untuk mengerjakan pekerjaannya. Hingga suatu ketika
Suria minta berhenti bekerja kepada patih. Karena heran sebab mantri itu
berhenti, patih menyelidiki bagian keuangan yang ternyata berkurang, digunakan
oleh Suria untuk menutup utang lelang. Ia pun sepakat kepada Edah untuk pindah
ke Bandung, tinggal bersama Abdulhalim. Ia juga sepakat kepada mantri untuk
melelang barang-barangnya yang akan digunakan untuk membayar utang kepada
kantor.
Suria
dan keluarga pindah ke Bandung, menumpang di rumah Abdulhalim dan istrinya.
Pada awalnya mereka sangat menerima dan bahagia, tapi lambat laun sikap Suria
yang angkuh dan tidak mau bekerja membuat kedua suami istri itu jengkel. Suatu
ketika, Edah dan Abdulhalim membicarakan kelakuan bapaknya, Edah meminta
Abdulhalim untuk melepaskan mereka ke Tasik, namun Abdulhalim tidak
menyetujuinya. Lama-lama sikap istri Abdulhalim kurang mengenakan Suria, karena
sikap Suria yang seenaknya saja di rumahnya. Suatu hari, Abdulhalim dan
istrinya berunding tentang bapaknya, dengan marah Abdulhalim mengatakan ingin
mengusir Suria. Rupanya Edah mendengar pembicaraan itu, dan sejak saat itu dia
jadi sering sakit, dan menderita penyakit jantung. Akhirnya ia menghembuskan
napas terakhirnya. Ternyata setelah itu, Abdulhalim mendengar rahasia Suria
selama di Sumedang, hendak mengawini Fatimah dan penggunaan dana kantor.
Akibatnya Suria terpaksa angkat kaki dari rumah Abdulhalim.
Setelah
itu dia pergi ke desa orang tuanya, dan tinggal bersama Mak Iyah, setelah
sebelumnya berbulan-bulan menumpang dirumah sahabatnya. Di desa ia bertani dan
sekali-kali menganyam. Teringat padanya masa-masa angkuhnya, yang menyebabkan
orang-orang disekitarnya menjauh. Ingin sekali ia meminta maaf kepada ketiga
anaknya. Terlebih kepada istrinya. Ia selalu berhalusinasi, ingin bertemu
dengan istrinya. Pada akhirnya, malam itu, Suria meninggal mendahului Mak Iyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar